Jakarta, CNN Indonesia — Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman berkukuh rencana penerapan larangan bagi mantan narapidana korupsi menjadi calon anggota legislatif tidak melanggar HAM. Arief menegaskan tekad KPU membuat larangan tersebut memiliki dasar dan pertimbangan matang.
DPR, Bawaslu, dan Kemendagri sebelumnya telah sepakat menolak larangan eks napi koruptor jadi caleg.
“KPU kan membuat ini juga tidak tanpa dasar, misal, apakah benar ini dianggap melanggar HAM,” kata Arief di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (23/5).
Arief menjelaskan larangan pencalonan bagi eks napi korupsi sudah diterapkan di Pilkada serentak 2018. Dia mengatakan mantan napi korupsi tidak dapat mendaftar menjadi calon kepala daerah.
Selain itu, Arief mengatakan mantan napi korupsi juga tidak dapat mendaftar sebagai calon presiden dan calon wakil presiden. Karenanya, alangkah baik jika mantan napi korupsi juga dilarang menjadi caleg sebagaimana dilarang menjadi capres, cawapres, dan calon kepala daerah.
“Nah KPU kan sebenarnya melihat bahwa, lho kenapa kok di pencalonan anggota legislatif belum ada (larangan) itu,” katanya.
“Mungkin saat ini orang masih gamang, galau menerima regulasi ini. Tapi kalau nanti sudah ditetapkan akan jauh lebih positif,” lanjut Arief.
Lihat juga: Kukuh Larang Eks Koruptor Nyaleg, KPU Siap Hadapi Gugatan
KPU bersikeras melarang eks koruptor menjadi calon anggota legislatif pada Pileg 2019. KPU berencana memasukkan larangan itu dalam Peraturan KPU (PKPU) tentang pencalonan anggota legislatif yang nantinya akan menjadi salah satu pedoman pelaksanaan pemilu.
Rencana KPU tersebut bertentangan dengan pandangan Komisi II DPR, Bawaslu, serta Kemendagri dalam rapat dengar pendapat kemarin, Selasa (22/5). Ketiga lembaga itu menganggap eks koruptor tetap harus dibolehkan mendaftar menjadi caleg. Ketiga lembaga berasumsi demikian lantaran UU Nomot 7 tahun 2017 tentang Pemilu tidak mencantumkan larangan itu.
Anggota Komisi II DPR Fraksi PPP Achmad Baidowi menegaskan PKPU merupakan peraturan turunan dari Undang-undang Pemilu. Karenanya, muatan PKPU tidak boleh bertentangan dengan undang-undang tersebut.
“Jangan biasakan kita menabrak undang-undang. KPU sebagai lembaga negara harus bekerja sesuai UU tidak ada yang lain,” ucapnya kepada CNNIndonesia.com, Rabu (23/5). (osc/osc)